Ramadhan, Marathon atau Sprint?

by - 19.7.16

Ramadhan 1437 H sudah berlalu, semoga ibadah kita di bulan ini diterima oleh Allah SWT dan kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aamiin
Ramadhan bagi saya pribadi seharusnya saya lakukan seperti pelari marathon karena kalau saya yang tidak pernah berlari sprint di bulan sebelumnya tidak akan sampai di ujung track kalau saya melakukan lari cepat secara tiba-tiba. Yah silahkan mengernyitkan dahi kalian karena sekarang saya pun sedang mengernyitkan dahi untuk mengeluarkan isi pikiran saya ke dalam post ini. :p. Jika kita menjadi pelari sprint kita dituntut untuk langsung berlari sekencang-kencangnya dalam jarak  dan waktu yang relatif pendek. Sedangkan pelari marathon diharuskan untuk berlari secara berkesinambungan dengan jarak dan waktu yang panjang. Saya menggunakan rumus dua pelari ini sebagai pendekatan ibadah di bulan Ramadhan. 

Saya katakan bagi orang seperti saya lagi, saya lebih cocok menjadi pelari marathon dalam ibadah di bulan ramadhan. Saya salut bagi orang yang bukan seperti saya, 29/30 hari di bulan Ramadhan bisa jadi adalah jarak pendek yang dimana mereka langsung dapat sprint dalam ibadah dan memacu kecepatan penuh sejak hari pertama hingga hari terakhir. Tentunya mereka adalah orang yang hebat yang sudah memiliki bekal dan stamina ibadah yang banyak di bulan-bulan sebelumnya. 

Lagi-lagi untuk saya yang hanya dapat menjadi pelari marathon di bulan Ramadhan karena saya harus mampu mengelola dan menjaga ibadah saya untuk jarak tempuh yang panjang. Saya ingat, saya selalu senang saat Ramadhan akan tiba karena semua hal terkondisikan untuk dapat beribadah lebih banyak dibanding di bulan-bulan lain. Di sepuluh hari pertama semua ibadah yang insya Allah saya sudah lakukan dengan semangat. Namun ibadah saya semakin terseok-seok mendekati sepuluh hari terakhir Ramadhan. Saya mulai sulit bangun di malam hari karena banyak undangan buka bersama. Belum lagi disibukkan dengan urusan-urusan keduniawian dalam menyambut hari raya Idul Fitri. Ibadah pun yang seharusnya meningkat menjelang sepuluh hari terakhir menjadi lebih sulit dilaksanakan. :(.

Hingga akhirnya hasil kontempelasi dari Ramadhan yang sudah dilewati marathon di bulan Ramadhan harus saya lakukan ketimbang sprint. Peluang Ramadhan yang hanya datang satu bulan diantara dua belas bulan tidak boleh disia-siakan karena saya kehilangan fokus menjelang garis finish. Kalau diibaratkan saya membutuhkan daya tahan saat Ramadhan agar tak kehilangan peluang pahala berkali lipat selama tiga puluh hari. Dalam buku Marathon the Power of Giving disebutkan bahwa marathon seperti berlari memakai kacamata kuda agar fokus tidak teralihkan misalnya kepada nyeri kaki, sakit kaki, ataupun hanya nyeri jempol kaki. Marathon adalah mengenai pentingnya untuk tetap berlari dengan kesabaran dan kegigihan hingga akhir. 

Setiap lari butuh persiapan, bukan hanya untuk alasan menjadi pelari profesional tapi hanya pelari pun membutuhkan persiapan yang tidak sebentar agar seluruh tendon, ligamen, jantung, paru, mental kita menjadi pelari. Begitu juga dengan Ramadhan, kunci sukses saat Ramadhan adalah konsisten melakukan kebaikan dan ibadah sehingga tubuh kita dapat beradaptasi dengan mudah saat harus dipacu beribadah di bulan suci. Jadi apakah Ramadhan mu Marathon atau Sprint? :)

Bagaimanapun lari yang kita jalani, semoga Allah selalu memberikan keistiqomahan untuk beribadah di Ramadhan dan bulan sesudahnya. Semoga kita dapat meningkatkan ibadah kita dan semoga kita semua dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan tahun depan. Aamiin Ya Allah.




You May Also Like

0 comments