Kekerasan dalam Relationship

by - 27.6.16

Saya tergerak untuk menulis tentang hal ini sesudah atas izin dari Allah secara berturut-turut di berbagai sosial media yang saya miliki terdapat post mengenai hal ini. Di Path saya melihat jerat hukum mengenai kekerasan dalam pacaran, di facebook ada berita mengenai fenomena kekerasan dalam pacaran, dan di instagram ada teman yang mengupload korban dari kekerasan dari pacaran. Sebenarnya bentuk relationship yang bisa saja mengandung kekerasan dapat beraneka ragam. Namun saya ingin menuliskan apa yang saya pikirkan ketika kekerasan terjadi dalam pacaran.  Dalam Islam sudah jelas-jelas dilarang. Sehingga didalamnya pasti banyak keburukan salah satunya hal ini, kekerasan. Saya juga pernah melalukan pacaran tapi saya bukan mau berkata kalau saya pelaku kekerasan atau bahkan korban. Saya hanya ingin berbagi apa yang saya pikirkan soal hal ini.

Seperti sudah stereotype kekerasan dalam hubungan percintaan dimana akan menempatkan wanita sebagai korban dan lelaki sebagai pelakunya. Hal ini didukung oleh stereotype lain yang mengatakan bahwa perempuan itu lemah dan dapat ditindas. Lihat saja statistik yang bertebaran mengenai kekerasan dalam hubungan didominasi oleh kekerasan pada perempuan.  Padahal kedua belah pihak bisa saja menjadi korban atau pelaku. 


Saya memulai tulisan ini dengan mengetik keyword kekerasan dalam pacaran. Banyak yang sudah membahas kalau fenomena kekerasan ini meningkat jumlahnya dari waktu ke waktu. Dilihat dari kacamata simpelnya, hal ini sangat wajar terjadi karena angka pacaran juga semakin meningkat. Data dari Komnas Perempuan, pada tahun 2015 angka kekerasan pada perempuan dalam pacaran yang terlapor adalah 1.811 kasus dan meningkat di tahun 2016 menjadi 2.734 kasus (Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan). Jika menilik berbagai pendapat yang menyatakan bahwa fenomena kekerasan pacaran di Indonesia dianggap fenomena sunyi, sangat mungkin jika masih banyak kasus-kasus yang tidak terlaporkan kepada pihak-pihak yang mengurusinya. 

Saya tidak akan menyebutkan apa saja bentuk kekerasan dalam pacaran itu, simpelnya segala bentuk yang menyebabkan perasaan tidak enak, perasaan sakit, penderitaan baik fisik maupun psikis adalah kekerasan. Saya ingin menyoroti kekerasan psikis yang ketika terjadi banyak orang tidak menyadari bahwa mereka pelaku atau korban dari kekerasan ini. Posesif, hinaan, emosi berlebihan, penguntitan adalah contoh-contohnya. Kekerasan psikis memang tidak memiliki bekas luka yang terlihat pada korban tapi luka berada jauh didalam dirinya. Luka yang tidak terlihat orang lain ini akan sedikit demi sedikit membesar. Saya pernah membaca sebuah artikel psikologi yang menyatakan perbedaan kekerasan fisik dan psikis. Pada kekerasan psikis korban akan memulai dengan penyangkalan bahwa pasangannya adalah pelaku kekerasan karena rasa indah yang dimliki. Lalu lama kelamaan saat mulai menyadari adanya kekerasan psikis yang terjadi adalah self-blaming karena psikisnya memang sudah terluka ketika memulai penyangkalan. Pada akhirnya akan berujung pada luka fisik juga. Alur berbeda terjadi dalam bentuk kekerasan lain tapi yang pasti segala bentuk kekerasan akan merusak fisik dan psikis dari korbannya.

Sebelum menuju ke solusi dari fenomena ini, sebelumnya kita harus melihat bahwa masyarakat Indonesia secara sosial sudah memiliki stereotype kalau jomblo adalah hal yang buruk pada dunia anak muda. Orang yang memiliki pacar akan dianggap lebih menyenangkan dibanding dengan orang single. Saya pun pernah menjadi bagian dari stereotype ini. Namun pada akhirnya saya sangat setuju dengan pacaran yang mengandung banyak keburukan (kekerasan salah satunya). Hal tersebut karena pacaran memang melawan aturan agama. Bukan karena sekarang saya sendiri dan tidak memiliki pacar tapi justru karena saya pernah menjalani hubungan pacaran saya bisa mengambil kesimpulan seperti itu. 

Lalu solusinya saya tidak akan dengan mudahnya mengatakan putus, berani melawan, atau berani membuka diri. Solusinya dilihat dari segi hukum, Indonesia tidak memiliki hukum yang mengatur mengenai hukuman bagi pelaku kekerasan pacaran secara langsung. Jerat hukum yang bisa digunakan adalah KUHP mengenai penganiayaan. Namun berdasarkan Komnas Perempuan (2016) sebagian besar laporan yang masuk ke mereka tidak dilanjutkan ke meja hijau.

Jadi disinilah peran kita untuk ikut memberikan solusi. Terdapat quote yang melegenda bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Kita bisa mulai dengan mencegah pacaran dengan mengubah pikiran mengenai status sosial seorang jomblo. Jomblo tidak menjadikan kamu tidak bahagia, jomblo tidak menjadikan kamu pengangguran, jomblo tidak menjadikan kamu dikucilkan. Sehingga akan mengurangi tingkat pacaran secara sendirinya. Di lain hal bagi yang sedang mengalami tindak kekerasan mulailah perbaiki hubungan dengan keluargamu, bukan untuk membicarakan  kesakitanmu, tapi agar kamu kembali tahu bahwa kamu adalah berharga.  Tataplah ke arah lain dimana adal Allah yang sedang menunggumu kembali. Berjalan lah sedikit demi sedikit kalau berlari sangat sulit bagimu. Bahkan hanya dengan selangkah, mulailah bergerak kalau berjalan pun sulit bagimu. "Walk toward Allah and He will running toward you".










You May Also Like

0 comments