Inside Out (2015) and I

by - 11.6.16

Tahun lalu ada seorang yang merekomendasikan film ini pada saya, "kamu nonton gih, kamu pasti suka filmnya". Saya sudah berniat menontonnya dari tahun lalu tapi belum kesampaian. Hingga akhirnya beberapa hari yang lalu memutuskan untuk menontonnya sepulangnya mengurusi urusan proyek yang bikin mumet.

Seperti kebanyakan film kartun dari Disney yang saya tonton, film ini mempunyai first impression yang membuat penasaran untuk di tonton sampai habis. Kebetulan saya tidak membaca dulu sinopsis film ini, jadi sempat bilang wow latar filmnya ada di otak seorang bayi. Bayi tersebut kemudian tumbuh menjadi seorang anak kecil bernama Riley yang menjadi bagian dari tim hoki di Minnesota. Tokoh utama dalam film adalah para pekerja di dalam otak Riley yang masing-masing melambangkan emosi manusia. Mereka terdiri dari joy, sadness, fear, angry, dan disgust. Para emosi bergantian bekerja tergantung pada apa yang dialami Riley. Pergolakan emosi terjadi ketika Riley diharuskan pindah ke San Fransisco bersama orang tuanya. Kepindahan mendadak menyebabkan perubahan mendadak juga bagi emosi Riley. Kalau bahasa saya, beralih dari zona nyaman ke zona yang tidak pernah terbayangkan sama sekali. 
Inside Out (2015)
Source: forbes.com
Kenapa film ini sampai harus saya tulis karena saya jadi teringat waktu saya mengalami pergolakan emosi. hhaha. Pergolakan emosinya juga sama-sama karena perubahan yang begitu mendadak. Perlahan-lahan sadness menyentuh semua kenangan, tak tebang pilih kenangan bahagia berubah jadi sedih apalagi kenangan sedih jadi terasa makin sedih. Akhirnya bahagia hilang hingga sedih berganti jadi fear, angry, dan disgust sama diri sendiri dan lingkungan sekitar. Akibatnya sama seperti Riley, prestasi menurun, ketidakpercayaan diri dan kepada orang-orang sekitar. Bahkan yang paling menyedihkan adalah merasa sendiri. 
Di film ini, Joy dan sadness  terlempar keluar pusat kontrol otak yang mengahruskan mereka kembali ke pusat kontrol otak Riley karena selama mereka tidak berada disana mereka tidak bisa membuat Riley bahagia lagi. Mereka mengalami banyak petualangan dari mulai tersesat di gudang penyimpanan memori, bertemu dengan ketakutan terbesar Riley, hingga bertemu teman khayalan Riley bernama bing bong. Saya jadi membayangkan waktu saya mengalami emosi yang  turun seturun-turunnya itu ternyata senangnya dan sedihnya saya sedang berperang melawan ketakutan saya di dalam otak. hhahaha

Masing-masing emosi dalam film ini digambarkan dengan warna berbeda-beda. Sadness warna biru dihubungkan dengan idiom pas lagi sedih yang suka dibilang feeling so blue kali yah. Joy warna kuning, dibanding dengan emosi lainnya bentuknya Joy lebih manusiawi dengan badan tinggi. Fear digambarkan dengan warna ungu berbadan kurus. Anger diwujudkan seorang lelaki bertubuh pendek dan gendut berwarna merah. Terkahir adalah Disgust yang berwarna hijau dengan tubuh wanita dengan bulu mata lentik. Semua manusia tentunya hanya ingin merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Disini pun karakter joy menjadi yang utama. Saya juga begitu waktu bahagia menghilang inginnya hanya bahagia itu kembali.

Joy memang terkadang egois padahal tanpa ada sadness bagaimana manusia merasakan joy. Riley juga harus memberikan ruang pada sadness untuk akhirnya mengembalikan kenangan inti baru. Berbeda prosesnya dengan saya, saya bukan hanya memberi ruang pada kesedihan namun menikmati kemarahan, melawan ketakutan, dan menyingkirkan perasaan tidak suka pada keadaan yang dihadapi. Saya menemukan satu hal yaitu orang yang bersama saya saat saya sedang sedih adalah orang yang paling menerima saya di hidup mereka, ya kalian. 

Saya juga mempunyai hal yang paling luar biasa yang 'Riley' tidak punya, Sang Maha Pembolak Balik Hati :)


“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan sabar dan mengerjakan sholat; dan sesungguhnya sholat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah semata”
(Qs. Al-Baqarah : 45)

You May Also Like

0 comments